MAKNA UNGKAPAN DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU MANGGARAI KABUPATEN MANGGARAI BARAT NUSA TENGGARA TIMUR

Authors

  • Andriana Lajim Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Halu Oleo
  • La Yani Konisi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Halu Oleo

DOI:

https://doi.org/10.36709/bastra.v7i1.67

Keywords:

adat perkawinan, makna ungkapan perkawinan, suku Mangarai

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Makna Ungkapan dalam Adat Perkawinan Suku Manggarai Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni menggunakan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa makna ungkapan dalam adat perkawinan suku Manggarai di Desa Benteng Ndope Kecamatan Pacar Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur terdapat pada tahap Rekak Dokong, Tuke Mbaru, Wagal dan Podo. Salah satu ungkapan yang terdapat dalam tahap praperkawinan yaitu Ita kala le paang, tuluk pu’un batu mbaun (melihat daun sirih, kami datang mencari pohon tempat ia bertumbu). Dalam adat perkawinan Manggarai kala dalam ungkapan ini diartikan sebagai seorang gadis atau wanita muda yang akan dipinang atau dijadikan istri. Makna dari ungkapan kala le paang, tuluk pu’un batu mbaun adalah seorang juru bicara adat selaku wakil dari laki-laki menyampaikan maksud kedatangan mereka kepada pihak perempuan yaitu mereka menyampaikan rasa ketertarikan anak mereka dengan gadis yang mereka kunjungi. Dari beberaa tahap dalam adat perkawinan Manggarai memiliki ungkapan-ungkapan yang disampaikan saat berdialog. Ungkapan tersebut memiliki makna yang ingin disampaikan, baik bagi penutur maupun bagi mitratutur. Diharapkan agar masyarakat suku Manggarai tetap mempertahankan adat perkawinan sebagai salah satu ciri khas daerah dan unsur kebudayaan nasional. Diharapkan agar masyarakat suku Manggarai khususnya para generasi muda agar melibatkan diri disetiap acara kebudayaan khususnya adat perkawinan agar kebudayan tersebut tidak akan punah serta dapat dilestarikan kepada generasi lanjutnya.

References

Aminudin. 2015. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Asri. 2008. Ungkapan Tradisional dalam Perkawinan Adat Suku Moronene. Kendari Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dafiq Nur. 2018. Dinamika Psikologis pada Masyarakat Manggarai Terkait Budaya Belis. 3(2) 98-104.

Hajati,dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Adat. Jakarta Timur: Kencana.

Juwati. 2018. Sastra Lisan Bumi Silampari.Yogyakarta: CV Budi Utama.

Kamelia, Suciati dan Iskandar Ladamy. 2019. Dampak Budaya Perjudian dalam Acara Pernikahan Terhadap Perkembangan Ekonomi Masyarakat. 3(1) 137-144.

Lira dan Samsiarni. 2018. Foklor. Yogyakarta: Deepublish.

Nofitra Misra, Delia Putri. 2019. Tradisi Lisan. Jawa Timur: Qiara Media. Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Pudentia. 2012. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Downloads

Published

2022-01-11

How to Cite

Andriana Lajim, & La Yani Konisi. (2022). MAKNA UNGKAPAN DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU MANGGARAI KABUPATEN MANGGARAI BARAT NUSA TENGGARA TIMUR . Jurnal Bastra (Bahasa Dan Sastra), 7(1), 51–55. https://doi.org/10.36709/bastra.v7i1.67